Friday, April 6, 2018

Kaya Bersama Dengan Menghargai Sampah



Saat ini, sudah tidak lagi relevan melihat persoalan sampah terbatas pada persoalan bersih dan kotor dengan jargon "buanglah sampah pada tempatnya". Namun ada persoalan serius yang lebih besar daripada itu. Dibutuhkan  peran serta masyarakat untuk bersama-sama membantu pemerintah dalam menyelesaikannya.

Berbicara tentang sampah, sangat mengelitik untuk mengetahui akhir daripada siklusnya
Dan kondisi yang terjadi di dalam masyarakat kita biasanya terdapat 3 (tiga) skenario perjalanan akhir sampah-sampah tersebut (dilansir dari Kota Tanpa Sampah-Ign Susiadi Wibowo)

Pertama, dibuang di sembarang tempat seperti di tanah kosong, pinggir jalan, atau sungai yang kemudian lanjutkan perjalanannya hingga ke lautan. Sampah inilah yang kemudian mencemari ekosistem laut dan juga rantai panjang siklus makanan.

Kedua, diangkut untuk kemudian dikumpulkan serta ditumpuk di TPA (Tempat Pengumpulan/Pemrosesan Akhir). Selanjutnya, tidak ada pengolahan khusus karena memang sampah jenis ini hampir tidak (atau belum) bisa diolah tuntas. Dengan volume yang terus bertambah setiap hari, sampah jelas jadi persoalan yang akan terus menghantui kehidupan.

Ketiga, dibakar baik secara ‘swadaya’ dan konvensional oleh masyarakat hingga dibakar dengan bantuan teknologi di tingkat kota atau provinsi -teknologi yang hingga kini terus jadi perdebatan panas dan mendapat banyak penolakan karena resiko sisa pembakarannya yang dilepas ke udara dianggap masih menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan.

Keprihatinan akan kondisi pengelolaan sampah inilah  yang membuat Fifie Rahardja, founder Bank Sampah Bersinar, ingin membuat orang-orang bisa memperlakukan sampah dengan lebih manusiawi, sehingga sampah bisa jadi berkah dan bukan malah jadi bencana. Dengan keyakinan akan masa depan anak cucu bangsa ini jangan sampai tidur dia atas timbunan sampah dan jangan sampai minum-makan dari air dan tanah yang tercemar.Maka Bank Sampah Bersinar mencoba untuk mengandeng pemerintah, pengusaha, universitas, media dan lembaga-lembaga masyarakat untuk bersama-sama ikut mensupport gerakan perubahan mental ini.

Beliau memperkenalkan sebuah sistem yang diawali dari pemilahan sampah sejak di tahapan Rumah Tangga, dengan tujuan agar jumlah sisa sampah  yang berakhir di tempat sampah jadi lebih sedikit. Kemudian dari Rumah Tangga tersebut setiap orang bisa menyetorkan sampahnya ke Bank Sampah untuk ditukarkan dengan voucher. Dimana voucher tersebut dapat ditukarkan dengan sembako atau barang-barang lainnya sesuai dengan nilai sampah yang telah disetorkan. Untuk itu BSB akan bekerja sama dan mengajak warung ataupun kios di setiap area untuk bersama-sama menyediakan bahan kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat yang dapat dibeli dengan menjual sampahnya ke mitra BSB.

Program Bank Sampah ini membutuhkan leader-leader yang mau memberi solusi terhadap permasalahan sampah dan mampu untuk bersama-sama melihat persoalan sampah ini sebagai sarana Ekonomi Sharing. Dimana dengan pengelolaan yang tepat, banyak pihak akan diuntungkan dengan tumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang telah menerapkan pengelolaan sampah ini.

Pengelolaan sampah dengan cara organisasi yang tertata ini juga telah diperkenalkan Pemerintah Kabupaten Sleman DI Yogyakarta [Tempo-30 Oktober 2012]. Dalam konsep ini masyarakat difungsikan sebagai sebuah struktur organisasi yang memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri. Mulai dari kelompok yang bertanggung jawab memilah sampah [kertas, plastik, kerasan], kelompok yang melakukan packing, dan kelompok yang berfungsi sebagai pos bank sampah  yang menerima sampah untuk pengolahan. Salah satunya nasabahnya bahkan bisa beromzet Rp 500 ribu perbulan dari penjualan sampah rumah tangga ini.

Bahkan dilansir dari media money.id. seorang John Peter yang pada awalnya adalah seorang tunawisma, memulai bisnis sampah dari nol. Dia mengumpukan sampah dan menjualnya kepada pengepul. Kemudian dia menaungi beberapa pemulung untuk diajak kerjasama. Dari usaha tersebut dia akhirnya sanggup membeli mesin pengolah sampah. Setelah punya mesin John akhirnya langsung mengolah sendiri sampahnya untuk kemudian dieksport. Dari hasil usahanya tersbut John bisa meraup untung hingga Rp 800 juta hingga 1 milliar rupiah perbulan. Sebuah bisnis yang menjanjikan. 

Kaya raya dengan sampah  sampah bukanlah sesuatu yang mustahil. Meski sampah adalah barang yang sangat menjijikan bagi sebagian orang, namun tidak bagi orang-orang yang pandai dalam melihat peluang dalam berbagai hal, termasuk didalamnya peluang penghasilan berlimpah dari sampah.

#indscriptwriting
#indscriptcreative
#inblack



2 comments:

Rindah said...

Pengen deh bisa nabung dengan sampah. Sayangnya di sini belum ada bank sampah

Bety Kristianto said...

Di Jogja udah ada juga, sayang tempatnya jauh dari rumah hehe