Sunday, October 30, 2011

Homeschooler @ Padepokan Lebah Putih

             Hari ini alhamdulillah mendapat kesempatan untuk bertemu dengan para pelaku dan pemerhati homeschooling. [Terima Kasih Bu Septi dan Pak Dodik]. Berkesempatan untuk mendengar kisah-kisah awal mereka tercebur memasuki dunia homeschooling plus suka duka dalam menjalankannya. Saat mendapatkan info ini dari facebook Bu Septi [founder Jarimatika], langsung kutawarkan kepada Bapak anak-anak apakah beliaunya berminat untuk ikut, dan ternyata sambutannya melebihi expectation. Sampai-sampai dianya berencana untuk ikut memasak makanan yang akan dibawa ke sana….biar kompak katanya….hihihi….sampai segitunya!!!.

Sampai di lokasi yaitu di Padepokan Lebah Putih, sayangnya kami agak terlambat sehingga tidak sempat mengikuti ceremonial “warming up” or “ice breaker” yang biasanya selalu ada pada acara2 made in Padepokan tersebut, sebuah tools yang ampuh untuk mencairkan suasana menjadi nyaman bagi seluruh peserta.

Begitu selesai maka para bapak-ibu bisa memasuki balairung ruang kelas di lantai 2 yang didisain terbuka dan nyaman karena berdinding separuh ketinggian dinding normal sehingga hembusan angin semilir menyejukkan ruangan. Dan anak-anak pun mendapatkan tempat yang nyaman berupa zona-zona kegiatan seperti zona origami, zona kolase  dan zona handycraft. Sarana seperti ini tentu saja sangat berarti sekali terutama bagiku yang kemana-mana masih harus membawa 2 krucil-ku. Jadi disamping aku masih bisa menambah ilmu, anak-anak juga senang bisa bebas beraktifitas.

Berhubung toodler-ku masih berumur 2 tahun dan kakaknya sedang tidak fit selepas ikut perkemahan pramuka sehari sebelumnya, jadilah bapaknya mengalah untuk menjaga mereka berdua bermain. Jadilah aku single fighter untuk menangkap intisari dari sharing pengalaman yang dilakukan oleh para pelaku dan pemerhati homeschooling. Walaupun di akhir-akhir session, mereka bertiga akhirnya bergabung denganku di balairung.

Session pertama yang diisi oleh Ibu Lilis, Ibu Ani dan Ibu Ellen-Semarang menambah pemahamanku tentang “how to love your children” dengan menjadi orang tua yang mampu membimbing dengan patut [mengambil istilah Pak Irwan Rinaldi, saat Lauching Rumah Keluarga Indonesia-Kota Salatiga]. Ibu Lilis berbagi pengalaman dalam menghandle putra sulungnya yang termasuk anak hiperaktif, yang akhirnya malah mencerahkan beliau untuk membuat sekolah dengan kurikulum untuk anak-anak berkebutuhan khusus, Bu Ani berbagi pengalaman tentang putranya yang memilih untuk berhenti sekolah seminggu sebelum ujian nasional SMP-nya yang akhirnya malah membawa beliau untuk membantu para pelaku homeschooler dalam mendapatkan selembar ijazah sebagai perwujudan pengakuan pemerintah terhadap sistem pendidikan ini, dan ibu Ellen dan suami yang mulai menerapkan homeschooling bagi putra-putri mereka dengan menekankan pemikiran bahwa pilihan kita adalah wujud rasa cinta kita kepada anak-anak kita, dimana kita ingin memberikan hal yang terbaik bagi mereka dalam wujud memberikan mereka kebebasan untuk berekspresi dan berimajinasi.

Berlanjut ke session kedua yang  memanggil bapak Seno-Jogja, Bapak Lukman-Tanggerang dan Ibu Amelia dan kemudian Ibu Ariko-Solo. Bapak Seno bercerita tentang pengalaman pengasuhan yang lebih menekankan kepada bagaimana semestinya kita  menekan ego kita sebagai orang tua untuk lebih mendengar anak-anak kita plus mendidik anak dengan melihat kebutuhan anak dimana kita diupayaka lebih banyak memberi kesempatan anak untuk mampu menyelesaikan persolanannya sendiri.  Bapak Lukman dengan metode homeschooling yang membuka lebar-lebar rumahnya di hari Sabtu dan Minggu bagi anak-anak tetangga sekitar mereka. Metode mendidik kepekaan sosial plus kemampuan untuk bersosialisasi bagi putri tunggal mereka yang bisa jadi referensi. Lalu sharing pengalaman dari Ibu Amelia pelaku homeschooling yang fleksibel dalam menerapkan sistem ini bagi putra-putrinya. Dimana ketika putranya memutuskan mogok sekolah dan minta homeschooling beliau setuju untuk memfasilitasinya, begitu juga ketika si anak minta untuk sekolah lagi barang 2 hari hanya karena kangen teman-temannya….J. Ibu Ariko sebagai nara sumber terakhir berbagi pengalaman tentang liku-liku kenapa beliau sampai bisa nyemplung ke area ini, dimana anugrah dari yang kuasa yaitu bahwa salah satu putra beliau termasuk anak berkebutuhan khusus sehingga beliau merasa perlu mencarikan sistim pendidikan alternatif bagi buah hatinya. Perjuangan beliau untuk meyakinkan orang-orang disekitarnya bahwa apa yang beliau lakukan juga diakui oleh negara juga mencari cerita tersendiri. Dan bukti pengakuan tersebut adalah selembar ijazah SD bagi putra tercinta.

Sayang waktu-pun berlalu begitu cepat, padahal masih pingin banget dengar cerita-cerita dari para homeschooler lainnya. Sedangkan disaat jeda masih terasa malu untuk bertanya kepada mereka berhubung ilmu yang masih minim tentang dunia ini. Sepulang dari sana ucapan suami yang melegakan “Terima Kasih Banyak Ma Membawaku ke Acara Yang Menyenangkan dan Menambah Ilmu” membuatku merasa yakin ada satu visi yang InsyaAllah mampu menjadi modal melangkah untuk berbuat lebih baik lagi paling tidak bagi pendidikan putra-putri kami. Dan seadainya memungkinkan bisa plus mewujudkan keinginan untuk menjadi agent perubahan untuk menjadikan lingkungan yang lebih baik. Amien