Wednesday, December 13, 2017

Antara G30-PKI dan si itu

Waktu aku masih remaja. Setiap mendekati tanggal 30 September. Bapak suka sekali bercerita. Dan aku adalah anak yang sangat doyan mendengarkan cerita sambil bertanya sana-sini tentang hal-hal yang menurutku sangat heroik.

Tahun berselang dan hari itu aku berada di hadapan murid-muridku. Bertanya adakah yang tahu tentang G30S-PKI. Hampir semua mengelengkan kepala…..apaan itu bu. Oh….aku tidak menyalahkan mereka karena di pelajaran mereka hanya diminta untuk menghafalkan tanggal terjadinya dan nama-nama pahlawan revousioner yang gugur pada saat ini. Namun rasa tak pernah masuk ke sanubari mereka.

Dulu waktu jaman masih sekolah, seingatku pernah nonton bareng film G30S-PKI bareng-bareng teman sekolah. Sampai nggak usah menghafalkan buku, kita teringat kisah Ade Irma Suryani sang pahlawan kecil yang gugur sebagi tameng sang bapak Jenderal Nasution yang saat itu hendak diculik oleh Pasukan CakraBirawa.

Sedih, takut dan bersyukur bahwa akhirnya pemberontakan itu bisa ditumpas. Film itu ternyata hanyalah satu dari sekian banyak kisah mengerikan seputar pemberontakan PKI.

Bapak sebagai saksi sejarah ingat betul bahwa saat terjadi masa Partai Komunis Berkuasa, maka pria-pria muslim kalau sudah maghrib tidak akan berada di rumah. Mereka berkumpul di Masjid untuk siap bertempur apabila PKI mulai bergerak.

Di Magetan dan Madiun, cerita lebih mengerikan lagi. Sebelum Pasukan Siliwangi berhasil menguasai daerah-daerah itu maka adigang adigung adiguno-nya para pengikut PKI melakukan aksi-aksi untuk membunuhi orang-orang yang masuk dalam black list mereka. Sungai-pun banjir darah. Orang-orang mulai terbiasa melihat mayat-mayat yang terapung di sungai……Sampai kemudian Pasukan Siliwangi dan umat islam bangkit.

Base on the story, satu hal yang bahkan setelah aku hidup sampai saat ini, dan melihat sejarah terulang dalam wujud yang sedikit berbeda tapi intinya sama. Umat kami di Indonesia tak pernah “Mengawali Masalah.” Bahkan umat kami memiliki keluasan jiwa untuk menerima perbedaan, keluasan sikap toleransi, bahkan kesiapan untuk saling membantu. Namun, kami juga adalah umat yang siap berjuang jika aqidah kami diserang.

Dan di tahun ini, bangsa kami kembali dicoba dengan kasus “Penista Agama” yang anehnya begitu kuat kekuasaan di belakangnya. Hingga dia hamper menjadi Untoucble Man.Dari pelajaran kehidupan yang aku jalani selama ini….aku melihat bahwa kalau seseorang atau sesuatu itu menjadi terlalu berkuasa hingga hukum-pun tunduk padanya. Maka mulai-lah berhati-hati akan kehancuran yang menyertainya. Kisah Firaun dalam Al Qur’an harusnya bisa jadikan pelajaran. Bahkan karena begitu berkuasanya dia menyamakan dirinya dengan Tuhan.

Nah, kalau yang jaman sekarang si dia sih bilang. “Saya tidak takut kehilanan jabatan bahkan nyawa saya, karena saya tahu saya akan masuk surga, dapat rumah, dapat makan…….”. Waduh ulama kami saja tidak ada yang bisa menjamin dirinya sehebat itu. Mungkin karena saking yakinnya dia maka dia merasa boleh menggunakan segala macam cara untuk mencapai keingingannya. Tapi anehnya walaupun dia bilang begitu, kenyataannya si dia kemana-mana ya tetap di kawal pasukan bahkan sampai pakai water cannon segala …. lah gimana toh ya. Apakah hal itu juga mengandung arti bahwa sebenarnya si dia juga nggak yakin2 banget terhadap kuasa Tuhan. Jadi membayangkan jika terjadi pertempuran seperti pertempuran 10 November, si dia aka nada di posisi mana ya?

Saat ini, jika hal yang seperti ini saja sangat sulit dicari keterpihakan hukum. Maka tunggulah peristwa-peristiwa besar lainnya nanti yang akan terjadi, mereka akan bolak-balikkan hukum demi untuk menjaga kepentingan besar mereka.

dianfa - 13-12-2016
Habis nonton sidang "Sang Penista Agama"
#menjemput Amar Makruf Nahi Mungkar – Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran”

No comments: