Dua hari ini aku mengunjungi 2 blog penulis2 Islam yang menginspirasiku. Siapa lagi kalau bukan Mbak Helvy Tiana Rosa dan adiknya Asma Nadia. Dari kemarin sore sampai malam menjelang bahkan sepagian ini aku membuka catatan harian mereka. Nggak terasa air mata mengalir terus sampai aku bangun tidur di pagi ini dengan mata yang sembab.
Dulu aku mengira Asma Nadia adalah nama samaran dari Mbak Helvy...soalnya wajah keduanya menyimpan guratan khas yang sama. Eh ternyata mereka berdua adalah kakak beradik. Pantes aja. Aku mengenal nama-nama mereka tetapi belum semua buku-bukunya....sayang bukan. Padahal Mbak Helvy sudah menghasilkan buku sekitar 44-an, sedangkan Mbak Asma sekitar 30-an. 2 Novel yang kuingat pernah kubaca adalah "Derai Sunyi" by Asma Nadia [mendapat penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara-MASTERA] dan "Rembulan di Mata Ibu"by Asma Nadia juga. Yang lainnya kayaknya belon....entar kalau sudah di Indo kali ya mulai searching lagi.
Dalam bahasa tuturnya Mbak Helvy memberi kesadaran tentang bagaimana sudut pandang seorang anak melihat sosok ibunya. Mereka berdua menginggat ibunya sebagai sosok yang mudah menolong orang lain dan selalu berjuang untuk memberikan yang terbaik buat anak-anaknya walaupun itu diwujudkan hanya dengan memenuhi janji kepada anak-anaknya untuk membawakan satu buah buku setiap harinya...Tapi bagi anak-anaknya itulah harta yang paling berharga di tengah deraan kemiskinan yang masih menghimpit mereka. Sosok Ibu bagi mereka telah menjelma menjadi seorang pahlawan yang telah membantu mereka mengepakkan sayap kupu-kupu mungil mereka untuk terbang menjelajah dunia. Dan mereka mengingat hidup penuh kesederhaan mereka dengan cara yang indah.
Terkilas dalam pikiran-ku "ibu seperti apakah aku yang akan diingat oleh Nadia sepanjang sisa hidupnya". Kesadaran itu menyentakku hingga kemudian aku mencoba mengingat bagaimana aku sendiri menginggat ibu yang telah melahirkan-ku.......
Dalam ingatan masa kecil-ku Ibu-ku adalah sosok perempuan yang membaktikan hidupnya bagi suami dan anak-anaknya. Dibalik kelemahan fisik-nya ibuku memiliki ketegaran hati dan ketaatan yang tinggi.
Ibu adalah seorang guru agama yang sangat mendedikasikan hidupnya bagi sekolah-sekolah dimana beliau mengabdi. Beliau dikenal tidak banyak bicara tetapi memiliki perasaan yang teramat sangat peka. Beliau pernah mengabdikan dirinya menjadi guru agama di SMPN 1 Surabaya dan SMPN 3 Surabaya. Sebagai seorang guru agama tentu saja beliau sangat mengharapkan anak-anaknya bisa menjadi contoh yang baik dari pengajaran yang beliau berikan pada murid-muridnya......Tetapi dengan 7 orang putra-putri tentu saja hal itu tidak mudah. 7 kharakter memberikan respon yang berbeda terhadap keinginan bunda-ku. Kebahagian dan kesedihan tentu saja mengiringi perjuangan ibu untuk menjadikan kami manusia-manusia yang sholeh.
Sebagai perempuan jawa, ibu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya jawa yang sangat kental dengan tata aturan pergaulan. Ibu sangat mengabdi kepada bapak. Dalam kesibukan-nya mengajar, membuat soal-soal ulangan bahkan memeriksa kertas2 ulangan yang bertumpuk2 serta mengisi raport2 murid-muridnya....ibu masih sangat telaten mengurus bapak dan anak-anaknya. Secangkir kopi selalu terhidang bagi bapak di sore hari, belum lagi makanan yang selalu beliau usahakan siap di meja makan di saat-saat jam makan...serta urusan domestik lainnya. Walau sewaktu kecil ibu mendapatkan banyak bantuan dari saudara-saudara ibu yang ikut tinggal bersama kami namun itu tidak mengurangi arti perjuangan ibu dalam membesarkan kami.
Kini ibuku sudah mulai melemah daya ingatnya. Ingatan-ingatan masa lalunya kadang datang dan pergi. Kini beliau menjadi lebih membutuhkan perhatian kami namun sayang saat aku terakhir tinggal 2 bulan di sana, aku belum mampu memberikan perhatian yang maksimal kepadanya. Bahkan sering aku menjadi tidak mengerti akan jalan pikiran ibuku yang mulai sering bingung.
Aku sangat sedih melihat perkembangan ibu yang makin menutup diri dari bersosialisasi...aku yakin hal itu hanya karena beliau mulai semakin bingung mengingat orang-orang yang berada si sekitarnya....dulu ibuku sangat aktif mendatangi pengajian, menjadi panitia-panitia hari keagamaan baik di kantor, di kampung maupun di keluarga walau ibuku terkesan pendiam.
Ibu kini bahkan mulai lupa bagaimana menghidangkan hidangan yang nikmat walau dibuat dari bahan yang sederhana.....padahal dulu ibuku sangat pintar memasak. Bahkan aku paling senang makan dari piring sisa makan ibu....entahlah apa yang dipegang ibu menjadi sesuatu yang nikmat saat itu. Kini ibu hanya ingat bahwa beliau harus membeli Tahu setiap Abang sayuran datang...hingga persediaan tahu di rumah menumpuk dan nggak tahu mau diapakan. Bahkan setiap hari yang beliau ingat adalah mengupas bawang merah...mengirisnya tipis-tipis....dan kemudian mengorengnya....sampai persediaan bawang goreng kita lebih dari stock mingguan.....:-D. Oh ibu hal-hal itu kemudian menjadi perdebatan panjang diantara ibu dan aku serta adikku hingga aku tahu itu melukai hatimu....seharusnya kami biarkan ibu menjalani ritme yang ibu masih mampu ingat dan menikmat-nya. Apalah arti tahu dan bawang yang tak termakan dengan hatimu yang bahagia.....Maafkan kami ibu.
Melemahnya daya ingat ibu membuat ibu juga menjadi penakut....padahal dulu ibu kemana-mana pergi sendiri dengan sepeda motornya untuk mengurus urusan sekolah dan ketujuh anaknya....kini untuk pergi ke toko terdekat saja ibu minta diantar oleh bapak. Bahkan ibu menjadi takut apabila ditinggal sendiri di rumah besar kami....selalu harus ada yang menemani atau beliau lebih baik ikut kemana-pun bapak pergi. Aku masih ingat bahkan ibu minta ditemani tidur ketika ditinggal sendiri oleh bapak tugas ke luar kota.....sesuatu yang aku sesali hingga saat ini karena aku tidak memenuhi permintaan beliau hanya karena aku harus juga menemani Nadia anakku tidur.....Maafkan aku ibu.
Aku juga memilih untuk lebih banyak diam selama 2 bulan tinggal-ku di sana karena aku sendiri juga bingung menghadapi ibu yang sangat sensitif terhadap apapun yang kami katakan dan perbuat....dan itu juga membuat hatinya terluka....Maafkan aku ibu.
Kini dalam setiap sujudku kuminta padamu Ya Allah ijinkan aku punya waktu untuk lebih membaktikan diri-ku pada ibuku.....dan mencoba memahaminya. Amien.
Dulu aku mengira Asma Nadia adalah nama samaran dari Mbak Helvy...soalnya wajah keduanya menyimpan guratan khas yang sama. Eh ternyata mereka berdua adalah kakak beradik. Pantes aja. Aku mengenal nama-nama mereka tetapi belum semua buku-bukunya....sayang bukan. Padahal Mbak Helvy sudah menghasilkan buku sekitar 44-an, sedangkan Mbak Asma sekitar 30-an. 2 Novel yang kuingat pernah kubaca adalah "Derai Sunyi" by Asma Nadia [mendapat penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara-MASTERA] dan "Rembulan di Mata Ibu"by Asma Nadia juga. Yang lainnya kayaknya belon....entar kalau sudah di Indo kali ya mulai searching lagi.
Dalam bahasa tuturnya Mbak Helvy memberi kesadaran tentang bagaimana sudut pandang seorang anak melihat sosok ibunya. Mereka berdua menginggat ibunya sebagai sosok yang mudah menolong orang lain dan selalu berjuang untuk memberikan yang terbaik buat anak-anaknya walaupun itu diwujudkan hanya dengan memenuhi janji kepada anak-anaknya untuk membawakan satu buah buku setiap harinya...Tapi bagi anak-anaknya itulah harta yang paling berharga di tengah deraan kemiskinan yang masih menghimpit mereka. Sosok Ibu bagi mereka telah menjelma menjadi seorang pahlawan yang telah membantu mereka mengepakkan sayap kupu-kupu mungil mereka untuk terbang menjelajah dunia. Dan mereka mengingat hidup penuh kesederhaan mereka dengan cara yang indah.
Terkilas dalam pikiran-ku "ibu seperti apakah aku yang akan diingat oleh Nadia sepanjang sisa hidupnya". Kesadaran itu menyentakku hingga kemudian aku mencoba mengingat bagaimana aku sendiri menginggat ibu yang telah melahirkan-ku.......
Dalam ingatan masa kecil-ku Ibu-ku adalah sosok perempuan yang membaktikan hidupnya bagi suami dan anak-anaknya. Dibalik kelemahan fisik-nya ibuku memiliki ketegaran hati dan ketaatan yang tinggi.
Ibu adalah seorang guru agama yang sangat mendedikasikan hidupnya bagi sekolah-sekolah dimana beliau mengabdi. Beliau dikenal tidak banyak bicara tetapi memiliki perasaan yang teramat sangat peka. Beliau pernah mengabdikan dirinya menjadi guru agama di SMPN 1 Surabaya dan SMPN 3 Surabaya. Sebagai seorang guru agama tentu saja beliau sangat mengharapkan anak-anaknya bisa menjadi contoh yang baik dari pengajaran yang beliau berikan pada murid-muridnya......Tetapi dengan 7 orang putra-putri tentu saja hal itu tidak mudah. 7 kharakter memberikan respon yang berbeda terhadap keinginan bunda-ku. Kebahagian dan kesedihan tentu saja mengiringi perjuangan ibu untuk menjadikan kami manusia-manusia yang sholeh.
Sebagai perempuan jawa, ibu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya jawa yang sangat kental dengan tata aturan pergaulan. Ibu sangat mengabdi kepada bapak. Dalam kesibukan-nya mengajar, membuat soal-soal ulangan bahkan memeriksa kertas2 ulangan yang bertumpuk2 serta mengisi raport2 murid-muridnya....ibu masih sangat telaten mengurus bapak dan anak-anaknya. Secangkir kopi selalu terhidang bagi bapak di sore hari, belum lagi makanan yang selalu beliau usahakan siap di meja makan di saat-saat jam makan...serta urusan domestik lainnya. Walau sewaktu kecil ibu mendapatkan banyak bantuan dari saudara-saudara ibu yang ikut tinggal bersama kami namun itu tidak mengurangi arti perjuangan ibu dalam membesarkan kami.
Kini ibuku sudah mulai melemah daya ingatnya. Ingatan-ingatan masa lalunya kadang datang dan pergi. Kini beliau menjadi lebih membutuhkan perhatian kami namun sayang saat aku terakhir tinggal 2 bulan di sana, aku belum mampu memberikan perhatian yang maksimal kepadanya. Bahkan sering aku menjadi tidak mengerti akan jalan pikiran ibuku yang mulai sering bingung.
Aku sangat sedih melihat perkembangan ibu yang makin menutup diri dari bersosialisasi...aku yakin hal itu hanya karena beliau mulai semakin bingung mengingat orang-orang yang berada si sekitarnya....dulu ibuku sangat aktif mendatangi pengajian, menjadi panitia-panitia hari keagamaan baik di kantor, di kampung maupun di keluarga walau ibuku terkesan pendiam.
Ibu kini bahkan mulai lupa bagaimana menghidangkan hidangan yang nikmat walau dibuat dari bahan yang sederhana.....padahal dulu ibuku sangat pintar memasak. Bahkan aku paling senang makan dari piring sisa makan ibu....entahlah apa yang dipegang ibu menjadi sesuatu yang nikmat saat itu. Kini ibu hanya ingat bahwa beliau harus membeli Tahu setiap Abang sayuran datang...hingga persediaan tahu di rumah menumpuk dan nggak tahu mau diapakan. Bahkan setiap hari yang beliau ingat adalah mengupas bawang merah...mengirisnya tipis-tipis....dan kemudian mengorengnya....sampai persediaan bawang goreng kita lebih dari stock mingguan.....:-D. Oh ibu hal-hal itu kemudian menjadi perdebatan panjang diantara ibu dan aku serta adikku hingga aku tahu itu melukai hatimu....seharusnya kami biarkan ibu menjalani ritme yang ibu masih mampu ingat dan menikmat-nya. Apalah arti tahu dan bawang yang tak termakan dengan hatimu yang bahagia.....Maafkan kami ibu.
Melemahnya daya ingat ibu membuat ibu juga menjadi penakut....padahal dulu ibu kemana-mana pergi sendiri dengan sepeda motornya untuk mengurus urusan sekolah dan ketujuh anaknya....kini untuk pergi ke toko terdekat saja ibu minta diantar oleh bapak. Bahkan ibu menjadi takut apabila ditinggal sendiri di rumah besar kami....selalu harus ada yang menemani atau beliau lebih baik ikut kemana-pun bapak pergi. Aku masih ingat bahkan ibu minta ditemani tidur ketika ditinggal sendiri oleh bapak tugas ke luar kota.....sesuatu yang aku sesali hingga saat ini karena aku tidak memenuhi permintaan beliau hanya karena aku harus juga menemani Nadia anakku tidur.....Maafkan aku ibu.
Aku juga memilih untuk lebih banyak diam selama 2 bulan tinggal-ku di sana karena aku sendiri juga bingung menghadapi ibu yang sangat sensitif terhadap apapun yang kami katakan dan perbuat....dan itu juga membuat hatinya terluka....Maafkan aku ibu.
Kini dalam setiap sujudku kuminta padamu Ya Allah ijinkan aku punya waktu untuk lebih membaktikan diri-ku pada ibuku.....dan mencoba memahaminya. Amien.
No comments:
Post a Comment