Hari ini alhamdulillah mendapat kesempatan untuk bertemu dengan para
pelaku dan pemerhati homeschooling. [Terima Kasih Bu Septi dan Pak
Dodik]. Berkesempatan untuk mendengar kisah-kisah awal mereka tercebur
memasuki dunia homeschooling plus suka duka dalam menjalankannya. Saat
mendapatkan info ini dari facebook Bu Septi [founder Jarimatika],
langsung kutawarkan kepada Bapak anak-anak apakah beliaunya berminat
untuk ikut, dan ternyata sambutannya melebihi expectation. Sampai-sampai
dianya berencana untuk ikut memasak makanan yang akan dibawa ke
sana….biar kompak katanya….hihihi….sampai segitunya!!!.
Sampai
di lokasi yaitu di Padepokan Lebah Putih, sayangnya kami agak terlambat
sehingga tidak sempat mengikuti ceremonial “warming up” or “ice
breaker” yang biasanya selalu ada pada acara2 made in Padepokan
tersebut, sebuah tools yang ampuh untuk mencairkan suasana menjadi
nyaman bagi seluruh peserta.
Begitu selesai maka para
bapak-ibu bisa memasuki balairung ruang kelas di lantai 2 yang didisain
terbuka dan nyaman karena berdinding separuh ketinggian dinding normal
sehingga hembusan angin semilir menyejukkan ruangan. Dan anak-anak pun
mendapatkan tempat yang nyaman berupa zona-zona kegiatan seperti zona
origami, zona kolase dan zona handycraft. Sarana seperti ini tentu saja
sangat berarti sekali terutama bagiku yang kemana-mana masih harus
membawa 2 krucil-ku. Jadi disamping aku masih bisa menambah ilmu,
anak-anak juga senang bisa bebas beraktifitas.
Berhubung
toodler-ku masih berumur 2 tahun dan kakaknya sedang tidak fit selepas
ikut perkemahan pramuka sehari sebelumnya, jadilah bapaknya mengalah
untuk menjaga mereka berdua bermain. Jadilah aku single fighter untuk
menangkap intisari dari sharing pengalaman yang dilakukan oleh para
pelaku dan pemerhati homeschooling. Walaupun di akhir-akhir session,
mereka bertiga akhirnya bergabung denganku di balairung.
Session
pertama yang diisi oleh Ibu Lilis, Ibu Ani dan Ibu Ellen-Semarang
menambah pemahamanku tentang “how to love your children” dengan menjadi
orang tua yang mampu membimbing dengan patut [mengambil istilah Pak
Irwan Rinaldi, saat Lauching Rumah Keluarga Indonesia-Kota Salatiga].
Ibu Lilis berbagi pengalaman dalam menghandle putra sulungnya yang
termasuk anak hiperaktif, yang akhirnya malah mencerahkan beliau untuk
membuat sekolah dengan kurikulum untuk anak-anak berkebutuhan khusus, Bu
Ani berbagi pengalaman tentang putranya yang memilih untuk berhenti
sekolah seminggu sebelum ujian nasional SMP-nya yang akhirnya malah
membawa beliau untuk membantu para pelaku homeschooler dalam mendapatkan
selembar ijazah sebagai perwujudan pengakuan pemerintah terhadap sistem
pendidikan ini, dan ibu Ellen dan suami yang mulai menerapkan
homeschooling bagi putra-putri mereka dengan menekankan pemikiran bahwa
pilihan kita adalah wujud rasa cinta kita kepada anak-anak kita, dimana
kita ingin memberikan hal yang terbaik bagi mereka dalam wujud
memberikan mereka kebebasan untuk berekspresi dan berimajinasi.
Berlanjut
ke session kedua yang memanggil bapak Seno-Jogja, Bapak
Lukman-Tanggerang dan Ibu Amelia dan kemudian Ibu Ariko-Solo. Bapak Seno
bercerita tentang pengalaman pengasuhan yang lebih menekankan kepada
bagaimana semestinya kita menekan ego kita sebagai orang tua untuk
lebih mendengar anak-anak kita plus mendidik anak dengan melihat
kebutuhan anak dimana kita diupayaka lebih banyak memberi kesempatan
anak untuk mampu menyelesaikan persolanannya sendiri. Bapak Lukman
dengan metode homeschooling yang membuka lebar-lebar rumahnya di hari
Sabtu dan Minggu bagi anak-anak tetangga sekitar mereka. Metode mendidik
kepekaan sosial plus kemampuan untuk bersosialisasi bagi putri tunggal
mereka yang bisa jadi referensi. Lalu sharing pengalaman dari Ibu Amelia
pelaku homeschooling yang fleksibel dalam menerapkan sistem ini bagi
putra-putrinya. Dimana ketika putranya memutuskan mogok sekolah dan
minta homeschooling beliau setuju untuk memfasilitasinya, begitu juga
ketika si anak minta untuk sekolah lagi barang 2 hari hanya karena
kangen teman-temannya….J. Ibu Ariko sebagai nara sumber terakhir berbagi
pengalaman tentang liku-liku kenapa beliau sampai bisa nyemplung ke
area ini, dimana anugrah dari yang kuasa yaitu bahwa salah satu putra
beliau termasuk anak berkebutuhan khusus sehingga beliau merasa perlu
mencarikan sistim pendidikan alternatif bagi buah hatinya. Perjuangan
beliau untuk meyakinkan orang-orang disekitarnya bahwa apa yang beliau
lakukan juga diakui oleh negara juga mencari cerita tersendiri. Dan
bukti pengakuan tersebut adalah selembar ijazah SD bagi putra tercinta.
Sayang
waktu-pun berlalu begitu cepat, padahal masih pingin banget dengar
cerita-cerita dari para homeschooler lainnya. Sedangkan disaat jeda
masih terasa malu untuk bertanya kepada mereka berhubung ilmu yang masih
minim tentang dunia ini. Sepulang dari sana ucapan suami yang melegakan
“Terima Kasih Banyak Ma Membawaku ke Acara Yang Menyenangkan dan
Menambah Ilmu” membuatku merasa yakin ada satu visi yang InsyaAllah
mampu menjadi modal melangkah untuk berbuat lebih baik lagi paling tidak
bagi pendidikan putra-putri kami. Dan seadainya memungkinkan bisa plus
mewujudkan keinginan untuk menjadi agent perubahan untuk menjadikan
lingkungan yang lebih baik. Amien